Surawisesa Tidak Menampilkan Namanya Dalam Prasasti. Ia Hanya
Meletakkan Dua Buah Batu Di Depan Prasasti Itu. Satu Berisi Astatala
Ukiran Jejak Tangan, Yang Lainnya Berisi Padatala Ukiran Jejak Kaki.
Mungkin Pemasangan Batutulis Itu Bertepatan Dengan Upacara Srada Yaitu
"Penyempurnaan Sukma" Yang Dilakukan Setelah 12 Tahun Seorang Raja
Wafat. Dengan Upacara Itu, Sukma Orang Yang Meninggal Dianggap Telah
Lepas Hubungannya Dengan Dunia Materi. Surawisesa Dalam Kisah
Tradisional Lebih Dikenal Dengan Sebutan Guru Gantangan Atau Munding
Laya Dikusuma. Permaisurinya, Kinawati, Berasal Dari Kerajaan Tanjung
Barat Yang Terletak Di Daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sekarang.
Kinawati Adalah Puteri Mental Buana, Cicit Munding Kawati Yang
Kesemuanya Penguasa Di Tanjung Barat.
Baik Pakuan Maupun
Tanjung Barat Terletak Di Tepi Ciliwung. Diantara Dua Kerajaan Ini
Terletak Kerajaan Kecil Muara Beres Di Desa Karadenan [ Dahulu Kawung
Pandak ]. Di Muara Beres In Bertemu Silang Jalan Dari Pakuan Ke Tanjung
Barat Terus Ke Pelabuhan Kalapa Dengan Jalan Dari Banten Ke Daerah
Karawang Dan Cianjur. Kota Pelabuhan Sungai Ini Jaman Dahulu Merupakan
Titik Silang. Menurut Catatan VOC Tempat Ini Terletak 11/2 Perjalanan
Dari Muara Ciliwung Dan Disebut Jalan Banten Lama [ Oude Bantamsche Weg
]. Surawisesa Memerintah Selama 14 Tahun Lamanya. Dua Tahun Setelah Ia
Membuat Prasasti Sebagai Sasakala Untuk Ayahnya, Ia Wafat Dan
Dipusarakan Di Padaren. Di Antara Raja-Raja Jaman Kerajaan Pajajaran, Hanya Dia Dan Ayahnya Yang Menjadi Bahan Kisah Tradisional, Baik Babad Maupun Pantun. Babad Kerajaan Pajajaran Atau Babad Pakuan, Misalnya, Semata Mengisahkan "Petualangan" Surawisesa [ Guru Gantangan ] Dengan Cerita Panji.
Surawisesa
Digantikan Oleh Puteranya, Ratu Dewata [ 1535 - 1534 ]. Berbeda Dengan
Surawisesa Yang Dikenal Sebagai Panglima Perang Yang Perwira, Perkasa
Dan Pemberani, Ratu Dewata Sangat Alim Dan Taat Kepada Agama. Ia
Melakukan Upacara Sunatan [ Adat Khitan Pra-Islam ] Dan Melakukan Tapa
Pwah-Susu, Hanya Makan Buah-Buahan Dan Minum Susu. Menurut Istilah
Kiwari Vegetarian. Resminya Perjanjian Perdamaian Kerajaan Pajajaran-Cirebon
Masih Berlaku. Tetapi Ratu Dewata Lupa Bahwa Sebagai Tunggul Negara Ia
Harus Tetap Bersiaga. Ia Kurang Mengenal Seluk-Beluk Politik.
Hasanudin Dari Banten Sebenarnya Ikut Menandatangani Perjanjian Perdamaian Kerajaan Pajajaran-Cirebon,
Akan Tetapi Itu Dia Lakukan Hanya Karena Kepatuhannya Kepada Siasat
Ayahnya [ Susuhunan Jati ] Yang Melihat Kepentingan Wilayah Cirebon Di
Sebelah Timur Citarum. Secara Pribadi Hasanudin Kurang Setuju Dengan
Perjanjian Itu Karena Wilayah Kekuasaannya Berbatasan Langsung Dengan Kerajaan Pajajaran.
Maka Secara Diam-Diam Ia Membentuk Pasukan Khusus Tanpa Identitas Resmi
Yang Mampu Bergerak Cepat. Kemampuan Pasukan Banten Dalam Hal Bergerak
Cepat Ini Telah Dibuktikannya Sepanjang Abad Ke-18 Dan Merupakan Catatan
Khusus Belanda, Terutama Gerakan Pasukan Syekh Yusuf. Menurut Carita
Parahiyangan, Pada Masa Pemerintahan Ratu Dewata Ini Terjadi Serangan
Mendadak Ke Ibukota Pakuan Dan Musuh "Tambuh Sangkane" [ Tidak Dikenal
Asal-Usulnya ].
Ratu Dewata Masih Beruntung Karena Memiliki
Para Perwira Yang Pernah Mendampingi Ayahnya Dalam 15 Kali Pertempuran.
Sebagai Veteran Perang, Para Perwira Ini Masih Mampu Menghadapi Sergapan
Musuh. Di Samping Itu, Ketangguhan Benteng Pakuan Peninggalan Sri
Baduga Menyebabkan Serangan Kilat Banten [ Dan Mungkin Dengan Kalapa ]
Ini Tidak Mampu Menembus Gerbang Pakuan. Alun-Alun Empang Sekarang
Pernah Menjadi Ranamandala [ Medan Pertempuran ] Mempertaruhkan
Sisa-Sisa Kebesaran Siliwangi Yang Diwariskan Kepada Cucunya. Penyerang
Tidak Berhasil Menembus Pertahanan Kota, Tetapi Dua Orang Senapati Kerajaan Pajajaran Gugur, Yaitu Tohaan Ratu Sangiang Dan Tohaan Sarendet.
Kokohnya
Benteng Pakuan Adalah Pertama Merupakan Jasa Banga Yang Pada Tahun 739
Menjadi Raja Di Pakuan Yang Merupakan Bawahan Raja Galuh. Ia Ketika Itu
Berusaha Membebaskan Diri Dari Kekuasaaan Manarah Di Galuh. Ia Berhasil
Setelah Berjuang Selama 20 Tahun Dan Keberhasilannya Itu Di Awali Dengan
Pembuatan Parit Pertahanan Kota. Kemudian Keadaan Pakuan Ini Diperluas
Pada Jaman Sri Baduga Seperti Yang Bisa Ditemukan Pada Pustaka Nagara
Kretabhuni I/2 Yang Isinya :
"Sang Maharaja Membuat Karya Besar,
Yaitu Membangun Telaga Besar Yang Bernama Maharena Wijaya, Membuat
Jalan Yang Menuju Ke Ibukota Pakuan Dan Jalan Ke Wanagiri, Memperteguh
Kedatuan, Memberikan Desa [ Perdikan ] Kepada Semua Pendeta Dan
Pengiringnya Untuk Menggairahkan Kegiatan Agama Yang Menjadi Penuntun
Kehidupan Rakyat. Kemudian Membuat Kaputren [ Tempat Isteri-Isteri-Nya
], Kesatrian [ Asrama Prajurit ], Satuan-Satuan Tempat [ Pageralaran ],
Tempat-Tempat Hiburan, Memperkuat Angkatan Perang, Memungut Upeti Dari
Raja-Raja Bawahan Dan Kepala-Kepala Desa Dan Menyusun Undang-Undang Kerajaan Pajajaran"
Amateguh
Kedatwan [ Memperteguh Kedatuan ] Sejalan Dengan Maksud "Membuat Parit"
[ Memperteguh Pertahanan ] Pakuan, Bukan Saja Karena Kata Pakuan
Mempunyai Arti Pokok Keraton Atau Kedatuan, Melainkan Kata Amateguh
Menunjukkan Bahwa Kata Kedatuan Dalam Hal Ini Kota Raja. Jadi Sama
Dengan Pakuan Dalam Arti Ibukota.
Selain Hal Di Atas, Juga
Lokasi Pakuan Yang Berada Pada Posisi Yang Disebut Lemah Duwur Atau
Lemah Luhur [ Dataran Tinggi, Oleh Van Riebeeck Disebut "Bovenvlakte" ].
Pada Posisi Ini, Mereka Tidak Berlindung Di Balik Bukit, Melainkan
Berada Di Atas Bukit. Pasir Muara Di Cibungbulang Merupakan Contoh
Bagaimana Bukit Rendah Yang Dikelilingi Tiga Batang Sungai Pernah
Dijadikan Pemukiman "Lemah Duwur" Sejak Beberapa Ratus Tahun Sebelum
Masehi. Lokasi Pakuan Merupakan Lahan Lemah Duwur Yang Satu Sisinya
Terbuka Menghadap Ke Arah Gunung Pangrango. Tebing Ciliwung, Cisadane
Dan Cipaku Merupakan Pelindung Alamiah. Tipe Lemah Duwur Biasanya
Dipilih Sama Masyarakat Dengan Latar Belakang Kebudayaan Huma [ Ladang
]. Kota-Kota Yang Seperti Ini Adalah Bogor, Sukabumi Dan Cianjur.
Kota
Seperti Ini Biasanya Dibangun Dengan Konsep Berdasarkan Pengembangan
Perkebunan. Tipe Lain Adalah Apa Yang Disebut Garuda Ngupuk. Tipe
Seperti Ini Biasanya Dipilih Oleh Masyarakat Dengan Latar Belakang
Kebudayaan Sawah. Mereka Menganggap Bahwa Lahan Yang Ideal Untuk Pusat
Pemerintahan Adalah Lahan Yang Datar, Luas, Dialiri Sungai Dan
Berlindung Di Balik Pegunungan. Kota-Kota Yang Dikembangkan Dengan Corak
Ini Misalnya Garut, Bandung Dan Tasikmalaya. Sumedang Memiliki Dua
Persyaratan Tipe Ini. Kutamaya Dipilih Oleh Pangeran Santri Menurut
Idealisme Pesisir Cirebon Karena Ia Orang Sindangkasih [ Majalengka ]
Yang Selalu Hilir Mudik Ke Cirebon. Baru Pada Waktu Kemudian Sumedang
Dikukuhkan Dengan Pola Garuda Ngupuk Pada Lokasi Pusat Kota Sumedang
Yang Sekarang.
Gagal Merebut Benteng Kota, Pasukan Penyerbu
Ini Dengan Cepat Bergerak Ke Utara Dan Menghancurkan Pusat-Pusat
Keagamaan Di Sumedeng, Ciranjang Dan Jayagiri Yang Dalam Jaman Sri
Baduga Merupakan Desa Kawikuan Yang Dilindungi Oleh Negara. Sikap Ratu
Dewata Yang Alim Dan Rajin Bertapa, Menurut Norma Kehidupan Jaman Itu
Tidak Tepat Karena Raja Harus "Memerintah Dengan Baik". Tapa-Brata
Seperti Yang Dilakukannya Itu Hanya Boleh Dilakukan Setelah Turun Tahta
Dan Menempuh Kehidupan Manurajasuniya Seperti Yang Telah Dilakukan Oleh
Wastu Kancana. Karena Itulah Ratu Dewata Dicela Oleh Penulis Carita
Parahiyangan Dengan Sindiran :
"Nya Iyatna-Yatna Sang Kawuri, Haywa Ta Sira Kabalik Pupuasaan"
[ Maka Berhati-Hatilan Yang Kemudian, Janganlah Engkau Berpura-Pura Rajin Puasa ].
Penulis
Kisah Kuno Itu Melihat Bahwa Kealiman Ratu Dewata Itu Disebabkan Karena
Ia Tidak Berani Menghadapi Kenyataan. Penulis Kemudian Berkomentar
Pendek "Samangkana Ta Precinta" [ Begitulah Jaman Susah ].
Saadat Padjadjaran
Ashadu sahadat islam,
Sarsilah gusti panutan,
Panut pangkon pangandika,
Kanjeng gusti rosul,
Anembah guru,
Anembah ratu,
Anembah telekon agama islam,
Syeh haji kuncung putih,
Kian santang kan lumejang,
Kudrat yaa insun qursy Allah,
Susuci
Sri suci tunggal sabangsa,
Banyu suci tungggal sabangsa,
Geni suci tunggal sabangsa,
Braja suci tunggal sabangsa,
Suka suci mulya badan sampurna,
Sampurna kersaning allah ta'ala,
Lailahaillallah Muhammadarrasulullah.
Ashadu sahadat islam,
Sarsilah gusti panutan,
Panut pangkon pangandika,
Kanjeng gusti rosul,
Anembah guru,
Anembah ratu,
Anembah telekon agama islam,
Syeh haji kuncung putih,
Kian santang kan lumejang,
Kudrat yaa insun qursy Allah,
Susuci
Sri suci tunggal sabangsa,
Banyu suci tungggal sabangsa,
Geni suci tunggal sabangsa,
Braja suci tunggal sabangsa,
Suka suci mulya badan sampurna,
Sampurna kersaning allah ta'ala,
Lailahaillallah Muhammadarrasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar