Berdasarkan sumber sejarah lokal (seperti Babad Cireboni) bahwa Kisah Cerita Cakrabuana, Syarif Hidayatullah, dan Kian Santang
merupakan tiga tokoh utama penyebar Islam di seluruh tanah Pasundan.
Ketiganya merupakan keturunan Prabu Sliliwangi (Prabu Jaya Dewata atau
Sribaduga Maha Raja) raja terakhir Pajajaran (Gabungan antara Galuh dan
Sunda). Hubungan keluarga ketiga tokoh tersebut sangatlah dekat.
Cakrabuana dan Kian Santang merupakan adik-kakak. Sedangkan, Syarif
Hidayatullah merupakan keponakan dari Cakrabuana dan Kian Santang.
Syarif Hidayatullah sendiri merupakan anak Nyai Ratu Mas Lara Santang,
sang adik Cakrabuana dan kakak perempuan Kian Santang.
Cakrabuana
(atau nama lain Walangsungsang), Lara Santang, dan Kian Santang
merupakan anak Prabu Siliwangi dan hasil perkawinannya dengan Nyai
Subang Larang, seorang puteri Ki Gede Tapa, penguasa Syah Bandar
Karawang. Peristiwa pernikahannya terjadi ketika Prabu Siliwangi belum
menjadi raja Pajajaran; ia masih bergelar Prabu Jaya Dewata atau
Manahrasa dan hanya menjadi raja bawahan di wilayah Sindangkasih
(Majalengka), yaitu salah satu wilayah kekuasaan kerajaan Galuh
Surawisesa (kawali-Ciamis) yang diperintah oleh ayahnya Prabu Dewa
Niskala. Sedangkan kerajaan Sunda-Surawisesa (Pakuan/Bogor) masih
dipegang oleh kakak ayahnya (ua: Sunda) Prabu Susuk Tunggal.
Sebelum menjadi isteri (permaisuri) Prabu Siliwangi, Nyai Subang Larang telah memeluk Islam dan menjadi santri (murid) Syeikh Hasanuddin atau Syeikh Quro.
Ia adalah putera Syeikh Yusuf Siddiq, ulama terkenal di negeri Champa
(sekarang menjadi bagian dari Vietnam bagian Selatan). Syeikh Hasanuddin
datang ke pulau Jawa (Karawang) bersama armada ekspedisi Muhammad Cheng
Ho (Ma Cheng Ho atau Sam Po Kong) dari dinasti Ming pada tahun 1405 M.
Di karawang ia mendirikan pesantren yang diberi nama Pondok Quro. Oleh
karena itu ia mendapat gelar (laqab) Syeikh Qura. Ajaran yang dikembangkan oleh Syeikh Qura adalah ajaran Islam Madzhab Hanafiah.
Pondok
Quro yang didirikan oleh Syeikh Hasanuddin tersebut merupakan lembaga
pendidikan Islam (pesantren) pertama di tanah Pasundan. Kemudian setelah
itu muncul pondok pesantren di Amparan Jati daerah Gunung Jati (Syeikh
Nurul Jati). Setelah Syeikh Nurul Jati meninggal dunia, pondok pesantren
Amparan Jati dipimpin oleh Syeikh Datuk Kahfi atau Syeikh Idhopi,
seorang ulama asal Arab yang mengembangkan ajaran Islam madzhab
Syafi’iyyah.
Sepeninggal Syeikh
Hasanuddin, penyebaran Islam melalui lembaga pesantren terus dilanjutkan
oleh anak keturunannya, di antaranya adalah Musanuddin atau Lebe Musa
atau Lebe Usa, cicitnya. Dalam sumber lisan, Musanuddin dikenal dengan
nama Syeikh Benthong, salah seorang yang termasuk kelompok wali di pulau
Jawa (Yuyus Suherman, 1995:13-14).
Dengan
latar belakang kehidupan keberagamaan ibunya seperti itulah, maka
Cakrabuana yang pada waktu itu bernama Walangsungsang dan adiknya Nyai
Lara Santang memiliki niat untuk menganut agama ibunya daripada agama
ayahnya (Sanghiyang) dan keduanya harus mengambil pilihan untuk tidak
tetap tinggal di lingkungan istana. Dalam cerita Babad Cirebon dikisahkan
bahwa Cakrabuana (Walangsungsang) dan Nyai Lara Santang pernah meminta
izin kepada ayahnya, Prabu Jaya Dewata, yang pada saat itu masih menjadi
raja bawahan di Sindangkasih untuk memeluk Islam. Akan tetapi, Jaya
Dewata tidak mengijinkannya. Pangeran Walangsungsang dan Nyai Lara
Santang akhirnya meninggalkan istana untuk berguru menimba pengetahuan
Islam. Selama berkelana mencari ilmu pengetahuan Islam, Walangsungsang
menggunakan nama samaran yaitu Ki Samadullah. Mula-mula ia berguru
kepada Syeikh Nurjati di pesisir laut utara Cirebon. Setelah itu ia
bersama adiknya, Nyai Mas Lara Santang berguru kepada Syeikh Datuk Kahfi
(Syeikh Idhopi).
Selain berguru agama Islam,
Walangsungsang bersama Ki Gedeng Alang Alang membuka pemukinan baru
bagi orang-orang yang beragama Islam di daerah pesisir. Pemukiman baru
itu dimulai tanggal 14 Kresna Paksa bukan Caitra tahun 1367 Saka atau
bertepatan dengan tanggal 1 Muharam 849 Hijrah (8 April 1445 M).
Kemudian daerah pemukiman baru itu diberi nama Cirebon (Yuyus Suherman,
1995:14). Penamaan ini diambil dari kata atau bahasa Sunda, dari kata
“cai” (air) dan “rebon” (anak udang, udang kecil, hurang).
Memang pada waktu itu salah satu mata pencaharian penduduk pemukiman
baru itu adalah menangkap udang kecil untuk dijadikan bahan terasi.
Sebagai kepada (kuwu; Sunda) pemukiman baru itu adalah Ki
Gedeng Alang Alang, sedangkan wakilnya dipegang oleh Walangsungsang
dengan gelar Pangeran Cakrabuana atau Cakrabumi.
Setelah
beberapa tahun semenjak dibuka, pemukian baru itu (pesisir Cirebon)
telah menjadi kawasan paling ramai dikunjungi oleh berbagai suku bangsa.
Tahun 1447 M, jumlah penduduk pesisir Cirebon berjumlah 348 jiwa,
terdiri dari 182 laki-laki dan 164 wanita. Sunda sebanyak 196 orang,
Jawa 106 orang, Andalas 16 orang, Semenanjung 4 orang, India 2 orang,
Persia 2 orang, Syam (Damaskus) 3 orang, Arab 11 orang, dan Cina 6
orang. Agama yang dianut seluruh penduduk pesisir Cirebon ini adalah
Islam.
Untuk kepentingan ibadah dan
pengajaran agama Islam, pangeran Cakrabuana (Walangsungsang atau
Cakrabumi, atau Ki Samadullah) kemudian ia mendirikan sebuah masjid yang
diberi nama Sang Tajug Jalagrahan (Jala artinya air; grahaartinya
rumah), Mesjid ini merupakan mesjid pertama di tatar Sunda dan
didirikan di pesisir laut Cirebon. Mesjid ini sampai saat ini masih
terpelihara dengan nama dialek Cirebon menjadi mesjid Pejalagrahan. Sudah tentu perubahan nama ini, pada dasarnya berpengaruh pada reduksitas makna historisnya. Setelah mendirikan pemukiman (padukuhan;
Sunda) baru di pesisir Cirebon, pangeran Cakrabuana dan Nyai Mas Lara
Santang pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang
kelima. Ketika di Mekah, Pangeran Cakrabuana dan Nyai Mas Lara Santang
bertemu dengan Syarif Abdullah, seorang penguasa (sultan) kota Mesir
pada waktu itu. Syarif Abdullah sendiri, secara geneologis, merupakan
keturunan Nabi Muhammad Saw. generasi ke-17.
Dalam
pertemuan itu, Syarif Abdullah merasa tertarik hati atas kecantikan dan
keelokan Nyai Mas Lara Santang. Setelah selesai menunaikan ibadah haji,
Pangeran Cakrabuana mendapat gelar Haji Abdullah Iman, dan Nyai Mas
Lara Santang mendapat gelar Hajjah Syarifah Muda’im. Selanjutnya, Nyai
Mas Larasantang dinikahkan oleh Pangeran Cakrabuana dengan Syarif
Abdullah. Di Mekah, Pangeran Walangsungsang menjadi mukimin selama tiga
bulan. Selama tiga bulan itulah, ia belajar tasawuf kepada haji
Bayanullah, seorang ulama yang sudah lama tinggal di Haramain.
Selanjutnya ia pergi ke Baghdad mempelajari fiqh madzhab Hanafi,
Syafi’i, Hambali, dan Maliki.
Selang
beberapa waktu setelah pengeran Cakrabuana kembali ke Cirebon, kakeknya
dari pihak ibu yang bernama Mangkubumi Jumajan Jati atau Ki Gedeng Tapa
meninggal dunia di Singapura (Mertasinga). Yang menjadi pewaris tahta
kakeknya itu adalah pangeran Cakrabuana. Akan tetapi, Pangeran
Cakrabuana tidak meneruskan tahta kekuasaan kakeknya di Singapura
(Mertasinga). Ia membawa harta warisannya ke pemukiman pesisir Cirebon.
Dengan modal harta warisan tersebut, pangeran Cakrabuana membangun
sebuah keraton bercorak Islam di Cirebon Pesisir. Keraton tersebut
diberi nama Keraton Pakungwati. Dengan berdirinya Keraton Pakungwati berarti
berdirilah sebuah kerajaan Islam pertama di tatar Sunda Pajajaran.
Kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana tersebut
diberi namaNagara Agung Pakungwati Cirebon atau dalam bahasa Cirebon disebut dengan sebutan Nagara Gheng Pakungwati Cirebon.
Mendengar
berdirinya kerajaan baru di Cirebon, ayahnya Sri Baduga Maharaja Jaya
Dewata (atau Prabu Suliwangi) merasa senang. Kemudian ia mengutus
Tumenggung Jayabaya untuk melantik (ngistrénan; Sunda) pangeran Cakrabuana menjadi raja Nagara Agung Pakungwati Cirebon dengan gelar Abhiseka Sri Magana.Dari Prabu Siliwangi ia juga menerima Pratanda atau gelar keprabuan (kalungguhan kaprabuan) dan menerima Anarimakna Kacawartyan atau
tanda kekuasaan untuk memerintah kerajaan lokal. Di sini jelaslah bahwa
Prabu Siliwangi tidak anti Islam. Ia justeru bersikap rasika dharmika ring pamekul agami Rasul (adil bijaksana terhadap orang yang memeluk agama Rasul Muhammad).
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang pertama
sukses menyebarkan agama Islam di tatar Sunda adalah Pangeran Cakrabuana
atau Walangsungsang atau Ki Samadullah atau Haji Abdullah Iman. Ia
merupakan Kakak Nyai Mas Lara Santang dan Kian Santang, dan ketiganya merupakan anak-anak dari Prabu Siliwangi. Dengan demikian, ia merupakan paman (ua;
Sunda) dari Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Ia dimakamkan di
Gunung Sembung dan makamnya berada luar komplek pemakaman (panyawéran; Sunda) Sunan Gunung Jati.
Demikianlah menyajikan Kisah Cerita Kian Santang, Cakrabuana dan Syarif Hidayatullah. Semoga
para pembaca sekalian bisa mencari hikmah dari kisah cerita ini dan
menjadikan hidup kita ini penuh dengan kebermaknaan hidup. Salam pecinta cerita rakyat
Saya Ibu Rohani
BalasHapusingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKI di MALAYSIA. jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga dikampun,jadi TKI itu sangat menderita dan disuatu hari saya duduk buka internet dan tidak disengaja saya melihat komentar orang tentang.(AKI KUSMONO).dan katanya nomor yg di berikan oleh (AKI KUSMONO) bener-bener tembus 100% dan kebetulan juga saya sering pasan nomor:akhirnya saya coba untuk menghubungi.( AKI KUSMONO) dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor GHOIB, dan nomor GHOIB yg diberikan (AKI KUSMONO).ALHAMDULILLAH itu bener-bener terbukti tembus 100% yaitu:SINGAPORE 8697 dan saya sangat bersyukur kpd ALLAH S.W.T berkat bantuan AKI. kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk berkumpul dengan keluarga dan bisa juga buka usaha sendiri.mungkin saya tidak bisa membalas budi baik.( AKI KUSMONO) Saya IBU ROHANI bersama dengan keluarga besar, hanya bisa membalas dengan do'a semoga kebaikan (AKI KUSMONO) di bls oleh ALLAH S.W.T Aminnnnnn dan bagi teman" atau pung sahabat" saya yg menjadi TKI/TKW seperti saya,bila ada yg butuh bantuan hubungi saja langsung.Beliau (AKI KUSMONO) DI NOMOR HP: {_+6285244253247_} insya ALLAH beliau akan membantu anda dengan tulus.
Ini benar-benar KISAH NYATA dari saya seorang TKI MALAYSIA
SEMOGA BERMAMFA'AT BUAT KALIAN SMUA NYA DAN JANGAN PERNAH RAGU ATAU JANGAN PERNAH TAKUT,UNTUK MENGHUBUNGi AKI KUSMONO di nomor HP {_+6285244253247_}
Angka GHOIB:SINGAPURA
Angka GHOIB:HONGKONG
Angka GHOIB:MALAYSIA
Angka GHOIB:TOTO MAGNUM
Angka GHOIB:LAOS
Angka GHOIB:SIDNEY
Angka GHOIB:CAMBODIA
Angka GHOIB:CHINA
Angka GHOIB:KOREA
Angka GHOIB:TOTO KUDA
Angka GHOIB:ARAB SAUDI
Angka GHOIB:BRUNEI DARUSSALAM
Angka GHOIB:TAIWAN
Angka GHOIB:JEPANG
Angka GHOIB:THAILAND
Angka GHOIB:THAI LOTTO
Angka GHOIB:THAI LOTTERY
Angka GHOIB:TOKYO
Angka GHOIB:MACAU
TERIMAKASI...
Menarik...
BalasHapusKelanjutan history kian santang dan syarif hidayatullah apakah ada