Waktu Mudanya Sri Baduga Terkenal Sebagai Kesatria Pemberani Dan
Tangkas Bahkan Satu-Satunya Yang Pernah Mengalahkan Ratu Japura [ Amuk
Murugul ] Waktu Bersaing Memperbutkan Subanglarang [ Istri Kedua Prabu
Siliwangi Yang Beragama Islam ]. Dalam Berbagai Hal, Orang Sejamannya
Teringat Kepada Kebesaran Mendiang Buyutnya [ Prabu Maharaja Lingga
Buana ] Yang Gugur Di Bubat Yang Digelari Prabu Wangi. Pustaka
Rajyarajya I Bhumi Nusantara II/2 Mengungkapkan Bahwa Orang Sunda
Menganggap Sri Baduga Sebagai Pengganti Prabu Wangi, Sebagai Silih Yang
Telah Hilang. Naskahnya Berisi Sebagai Berikut [ Artinya Saja ]:
"Di
Medan Perang Bubat Ia Banyak Membinasakan Musuhnya Karena Prabu
Maharaja Sangat Menguasai Ilmu Senjata Dan Mahir Berperang, Tidak Mau
Negaranya Diperintah Dan Dijajah Orang Lain."
Ia Berani Menghadapi
Pasukan Besar Majapahit Yang Dipimpin Oleh Sang Patih Gajah Mada Yang
Jumlahnya Tidak Terhitung. Oleh Karena Itu, Ia Bersama Semua
Pengiringnya Gugur Tidak Tersisa. Ia Senantiasa Mengharapkan Kemakmuran
Dan Kesejahteraan Hidup Rakyatnya Di Seluruh Bumi Jawa Barat.
Kemashurannya Sampai Kepada Beberapa Negara Di Pulau-Pulau Dwipantara
Atau Nusantara Namanya Yang Lain. Kemashuran Sang Prabu Maharaja
Membangkitkan [ Rasa Bangga Kepada ] Keluarga, Menteri-Menteri Kerajaan,
Angkatan Perang Dan Rakyat Jawa Barat. Oleh Karena Itu Nama Prabu
Maharaja Mewangi. Selanjutnya Ia Di Sebut Prabu Wangi. Dan Keturunannya
Lalu Disebut Dengan Nama Prabu Siliwangi. Demikianlah Menurut Penuturan
Orang Sunda.
Kesenjangan Antara Pendapat Orang Sunda Dengan
Kenyataan Sejarah Seperti Yang Diungkapkan Di Atas Mudah Dijajagi.
Pangeran Wangsakerta, Penanggung Jawab Penyusunan Sejarah Nusantara,
Menganggap Bahwa Tokoh Prabu Wangi Adalah Maharaja Linggabuana Yang
Gugur Di Bubat, Sedangkan Penggantinya [ "Silih"Nya ] Bukan Sri Baduga
Melainkan Wastu Kancana [ Kakek Sri Baduga, Yang Menurut Naskah Wastu
Kancana Disebut Juga Prabu Wangisutah ]. Orang Sunda Tidak Memperhatikan
Perbedaan Ini Sehingga Menganggap Prabu Siliwangi Sebagai Putera Wastu
Kancana [ Prabu Anggalarang ]. Tetapi Dalam Carita Parahiyangan
Disebutkan Bahwa Niskala Wastu Kancana Itu Adalah "Seuweu" Prabu Wangi.
Mengapa Dewa Niskala [ Ayah Sri Baduga ] Dilewat? Ini Disebabkan Dewa
Niskala Hanya Menjadi Penguasa Galuh. Dalam Hubungan Ini Tokoh Sri
Baduga Memang Penerus "Langsung" Dari Wastu Kancana. Menurut Pustaka
Rajyarajya I Bhumi Nusantara II/4, Ayah Dan Mertua Sri Baduga [ Dewa
Niskala Dan Susuktunggal ] Hanya Bergelar Prabu, Sedangkan Jayadewata
Bergelar Maharaja [ Sama Seperti Kakeknya Wastu Kancana Sebagai Penguasa
Sunda-Galuh ].
Dengan Demikian, Seperti Diutarakan Amir
Sutaarga [ 1965 ], Sri Baduga Itu Dianggap Sebagai "Silih" [ Pengganti ]
Prabu Wangi Wastu Kancana [ Oleh Pangeran Wangsakerta Disebut Prabu
Wangisutah ]. "Silih" Dalam Pengertian Kekuasaan Ini Oleh Para Pujangga
Babad Yang Kemudian Ditanggapi Sebagai Pergantian Generasi Langsung Dari
Ayah Kepada Anak Sehingga Prabu Siliwangi Dianggap Putera Wastu
Kancana. Riwayat Perang Bubat Itu Sendiri :
"Perang Antara Kerajaan
Majapahit Dan Kerajaan Sunda Itu Terjadi Di Desa Bubat. Perang Ini
Dipicu Oleh Ambisi Maha Patih Gajah Mada Yang Ingin Menguasai Kerajaan
Sunda. Pada Saat Itu Sebenarnya Antara Kerajaan Sunda Dan Majapahit
Sedang Dibangun Ikatan Persaudaraan, Yaitu Dengan Menjodohkan Dyah
Pitaloka Dengan Maharaja Hayam Wuruk. Rombongan Kerajaan Sunda Ini Di
Gempur Oleh Pasukan Mahapatih Gajah Mada Yang Menyebabkan Semua Pasukan
Kerajaan Sunda Yang Ikut Rombongan Punah. Akibat Perang Bubat Inipula,
Maka Hubungan Antara Mahapatih Gajah Mada Dan Maharaja Hayam Wuruk
Menjadi Renggang".
Catatan Yang Bisa Dijadikan Rujukan
Adalah Guguritan Sunda, Yang Mengisahkan Gejolak Sosial Dan Pecahnya
Perang Di Desa Bubat Antara Kerajaan Majapahit Dengan Kerajaan Sunda Dan
Gugurnya Mahapatih Gajah Mada Secara Misterius. Alih Bahasa Oleh I
Wayan Sutedja [ Sepertinya Pustaka Aslinya Ditulis Dalam Bahasa Bali,
1995. Dan Bagi Yang Tinggal Di Amerika, Pustaka Ini Bisa Dipinjam Di
Ohio University. Kepindahan Isteri Ratu Pakuan [ Sri Baduga ] Ke Pakuan
Terekam Oleh Pujangga Bernama Kai Raga Di Gunung Srimanganti [ Sikuray
]. Naskahnya Ditulis Dalam A Pantun Dan Dinamai Carita Ratu Pakuan, Yang
Diperkirakan Ditulis Pada Akhir Abad Ke-17 Atau Awal Abad Ke-18. Naskah
Itu Dapat Ditemukan Pada Koropak 410 . Terjemahannya Adalah Sebagai
Berikut :
Tersebutlah Ngabetkasih Bersama Madu-Madunya Bergerak
Payung Lebesaran Melintas Tugu Yang Seia Dan Sekata Hendak Pulang Ke
Pakuan Kembali Dari Keraton Di Timur Halaman Cahaya Putih Induk Permata
Cahaya Datar Namanya Keraton Berseri Emas Permata Rumah Berukir Lukisan
Alun Di Sanghiyang Pandan-Larang Keraton Penenang Hidup.
Bergerak
Barisan Depan Disusul Yang Kemudian Teduh Dalam Ikatan Dijunjung Bakul
Kue Dengan Tutup Yang Diukir Kotak Jati Bersudut Bulatan Emas Tempat
Sirih Nampan Perak Bertiang Gading Ukiran Telapak Gajah Hendak Dibawa Ke
Pakuan.
Bergerak Tandu Kencana Beratap Cemara Gading Bertiang
Emas Bernama Lingkaran Langit Berpuncak Permata Indah Ditatahkan Pada
Watang Yang Bercungap Singa-Singaan Di Sebelah Kiri-Kanan Payung Hijau
Bertiang Gading Berpuncak Getas Yang Bertiang Berpuncak Emas Dan Payung
Saberilen Berumbai Potongan Benang Tapok Terongnya Emas Berlekuk Berayun
Panjang Langkahnya Terkedip Sambil Menoleh Ibarat Semut, Rukun Dengan
Saudaranya Tingkahnya Seperti Semut Beralih.
Bergerak Seperti
Pematang Cahaya Melayang-Layang Berlenggang Di Awang-Awang Pembawa Gendi
Di Belakang Pembawa Kandaga Di Depan Dan Ayam-Ayaman Emas Kiri-Kanan
Kidang-Kidangan Emas Di Tengah Siapa Diusun Di Singa Barong.
Bergerak Yang Di Depan, Menyusul Yang Kemudian Barisan Yang Lain Lagi.
Kisah
Dalam Pantun Itu Adalah Ngabetkasih [ Ambetkasih ], Isteri Sri Baduga
Yang Pertama [ Puteri Ki Gedeng Sindang Kasih, Putera Wastu Kancana
Ketiga Dari Mayangsari ]. Ia Pindah Dari Keraton Timur [ Galuh ] Ke
Pakuan Bersama Isteri-Isteri Sri Baduga Yang Lain. Tindakan Pertama Yang
Diambil Oleh Sri Baduga Setelah Resmi Dinobatkan Jadi Raja Adalah
Menunaikan Amanat Dari Kakeknya [ Wastu Kancana ] Yang Disampaikan
Melalui Ayahnya [ Ningrat Kancana ] Ketika Ia Masih Menjadi Mangkubumi
Di Kawali. Isi Pesan Ini Bisa Ditemukan Pada Salah Satu Prasasti
Peninggalan Sri Baduga Di Kebantenan. Terjemahannya Adalah Sebagai
Berikut :
Semoga Selamat. Ini Tanda Peringatan Bagi Rahyang
Niskala Wastu Kancana. Turun Kepada Rahyang Ningrat Kancana, Maka
Selanjutnya Kepada Susuhunan Sekarang Di Pakuan Kerajaan Pajajaran. Harus Menitipkan Ibukota Di Jayagiri Dan Ibukota Di Sunda Sembawa.
Semoga Ada Yang Mengurusnya. Jangan Memberatkannya Dengan "Dasa", "Calagra", "Kapas Timbang", Dan "Pare Dongdang".
Maka
Diperintahkan Kepada Para Petugas Muara Agar Jangan Memungut Bea.
Karena Merekalah Yang Selalu Berbakti Dan Membaktikan Diri Kepada
Ajaran-Ajaran. Merekalah Yang Tegas Mengamalkan Peraturan Dewa.
Dengan
Tegas Di Sini Disebut "Dayeuhan" [ Ibukota ] Di Jayagiri Dan Sunda
Sembawa. Penduduk Kedua Dayeuh Ini Dibebaskan Dari 4 Macam Pajak, Yaitu
"Dasa" [ Pajak Tenaga Perorangan ], "Calagra" [ Pajak Tenaga Kolektif ],
"Kapas Timbang" [ Kapas 10 Pikul ] Dan "Pare Dondang" [ Padi 1 Gotongan
]. Dalam Kropak 630, Urutan Pajak Tersebut Adalah Dasa, Calagra,
"Upeti", "Panggeureus Reuma". Dalam Koropak 406 Disebutkan Bahwa Dari
Daerah Kandang Wesi [ Sekarang Bungbulang, Garut ] Harus Membawa "Kapas
Sapuluh Carangka" [ 10 Carangka = 10 Pikul = 1 Timbang Atau Menurut
Coolsma, 1 Caeng Timbang ] Sebagai Upeti Ke Pakuan Tiap Tahun. Kapas
Termasuk Upeti. Jadi Tidak Dikenakan Kepada Rakyat Secara Perorangan,
Melainkan Kepada Penguasa Setempat. "Pare Dondang" Disebut "Panggeres
Reuma".
Saadat Padjadjaran
Ashadu sahadat islam,
Sarsilah gusti panutan,
Panut pangkon pangandika,
Kanjeng gusti rosul,
Anembah guru,
Anembah ratu,
Anembah telekon agama islam,
Syeh haji kuncung putih,
Kian santang kan lumejang,
Kudrat yaa insun qursy Allah,
Susuci
Sri suci tunggal sabangsa,
Banyu suci tungggal sabangsa,
Geni suci tunggal sabangsa,
Braja suci tunggal sabangsa,
Suka suci mulya badan sampurna,
Sampurna kersaning allah ta'ala,
Lailahaillallah Muhammadarrasulullah.
Ashadu sahadat islam,
Sarsilah gusti panutan,
Panut pangkon pangandika,
Kanjeng gusti rosul,
Anembah guru,
Anembah ratu,
Anembah telekon agama islam,
Syeh haji kuncung putih,
Kian santang kan lumejang,
Kudrat yaa insun qursy Allah,
Susuci
Sri suci tunggal sabangsa,
Banyu suci tungggal sabangsa,
Geni suci tunggal sabangsa,
Braja suci tunggal sabangsa,
Suka suci mulya badan sampurna,
Sampurna kersaning allah ta'ala,
Lailahaillallah Muhammadarrasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar