Panggeres Adalah Hasil Lebih Atau Hasil Cuma-Cuma Tanpa Usaha. Reuma
Adalah Bekas Ladang. Jadi, Padi Yang Tumbuh Terlambat [ Turiang ] Di
Bekas Ladang Setelah Dipanen Dan Kemudian Ditinggalkan Karena Petani
Membuka Ladang Baru, Menjadi Hak Raja Atau Penguasa Setempat [ Tohaan ].
Dongdang Adalah Alat Pikul Seperti "Tempat Tidur" Persegi Empat Yang
Diberi Tali Atau Tangkai Berlubang Untuk Memasukan Pikulan. Dondang
Harus Selalu Digotong. Karena Bertali Atau Bertangkai, Waktu Digotong
Selalu Berayun Sehingga Disebut "Dondang" [ Berayun ]. Dondang Pun
Khusus Dipakai Untuk Membawa Barang Antaran Pada Selamatan Atau
Arak-Arakan. Oleh Karena Itu, "Pare Dongdang" Atau "Penggeres Reuma" Ini
Lebih Bersifat Barang Antaran.
Pajak Yang Benar-Benar
Hanyalah Pajak Tenaga Dalam Bentuk "Dasa" Dan "Calagra" [ Di Majapahit
Disebut "Walaghara = Pasukan Kerja Bakti ]. Tugas-Tugas Yang Harus
Dilaksanakan Untuk Kepentingan Raja Diantaranya : Menangkap Ikan,
Berburu, Memelihara Saluran Air [ Ngikis ], Bekerja Di Ladang Atau Di
"Serang Ageung" [ Ladang Kerajaan Yang Hasil Padinya Di Peruntukkan Bagi
Upacara Resmi ]. Dalam Kropak 630 Disebutkan "Wwang Tani Bakti Di Wado"
[ Petani Tunduk Kepada Wado ]. Wado Atau Wadwa Ialah Prajurit Kerajaan
Yang Memimpin Calagara. Sistem Dasa Dan Calagara Ini Terus Berlanjut
Setelah Jaman Kerajaan.
Belanda Yang Di Negaranya Tidak
Mengenal Sistem Semacam Ini Memanfaatkanna Untuk "Rodi". Bentuk Dasa
Diubah Menjadi "Heerendiensten" [ Bekerja Di Tanah Milik Penguasa Atau
Pembesar ]. Calagara Diubah Menjadi "Algemeenediensten" [ Dinas Umum ]
Atau "Campongdiesnten" [ Dinas Kampung ] Yang Menyangkut Kepentingan
Umum, Seperti Pemeliharaan Saluran Air, Jalan, Rumah Jada Dan Keamanan.
Jenis Pertama Dilakukan Tanpa Imbalan Apa-Apa, Sedangkan Jenis Kedua
Dilakuan Dengan Imbalan Dan Makan. "Preangerstelsel" Dan
"Cultuurstelsel" Yang Keduanya Berupa Sistem Tanam Paksa Memanfaatkan
Tradisi Pajak Tenaga Ini.
Dalam Akhir Abad Ke-19 Bentuknya
Berubah Menjadi "Lakon Gawe" Dan Berlaku Untuk Tingkat Desa. Karena
Bersifat Pajak, Ada Sangsi Untuk Mereka Yang Melalaikannya. Dari Sinilah
Orang Sunda Mempunyai Peribahasa "Puraga Tamba Kadengda" [ Bekerja
Sekedar Untuk Menghindari Hukuman Atau Dendaan ]. Bentuk Dasa Pada
Dasarnya Tetap Berlangsung. Di Desa Ada Kewajiban "Gebagan" Yaitu
Bekerja Di Sawah Bengkok Dan Ti Tingkat Kabupaten Bekerja Untuk
Menggarap Tanah Para Pembesar Setempat. "Gotong Royong Tradisional
Berupa Bekerja Untuk Kepentingan Umum Atas Perintah Kepala Desa",
Menurut Sejarahnya Bukanlah Gotong Royong. Memang Tradisional, Tetapi
Ide Dasarnya Adalah Pajak Dalam Bentuk Tenaga. Dalam Pustaka Jawadwipa
Disebut Karyabhakti Dan Sudah Dikenal Pada Masa Tarumanagara Dalam Abad
Ke-5. Piagam-Piagam Sri Baduga Lainnya Berupa "Piteket" Karena Langsung
Merupakan Perintahnya. Isinya Tidak Hanya Pembebasan Pajak Tetapi Juga
Penetapan Batas-Batas "Kabuyutan" Di Sunda Sembawa Dan Gunung Samaya
Yang Dinyatakan Sebagai "Lurah Kwikuan" Yang Disebut Juga Desa Perdikan,
Desa Bebas Pajak.
Sumber Sejarah Di Masa Pemerintahan Sri Baduga :
* Carita Parahiyangan.
Pemerintahan Sri Baduga Dilukiskan :
"Purbatisi
Purbajati, Mana Mo Kadatangan Ku Musuh Ganal Musuh Alit. Suka Kreta
Tang Lor Kidul Kulon Wetan Kena Kreta Rasa. Tan Kreta Ja Lakibi Dina
Urang Reya, Ja Loba Di Sanghiyang Siksa".
[ Ajaran Dari Leluhur
Dijunjung Tinggi Sehingga Tidak Akan Kedatangan Musuh, Baik Berupa
Laskar Maupun Penyakit Batin. Senang Sejahtera Di Utara, Barat Dan
Timur. Yang Tidak Merasa Sejahtera Hanyalah Rumah Tangga Orang Banyak
Yang Serakah Akan Ajaran Agama ].
Dari Naskah Ini Dapat Diketahui, Bahwa Pada Saat Itu Telah Banyak Rakyat Kerajaan Pajajaran
Yang Beralih Agama [ Islam ] Dengan Meninggalkan Agama Lama. Mereka
Disebut "Loba" [ Serakah ] Karena Merasa Tidak Puas Dengan Agama Yang
Ada, Lalu Mencari Yang Baru.
* Pustaka Nagara Kretabhumi Parwa I Sarga 2.
Menceritakan,
Bahwa Pada Tanggal 12 Bagian Terang Bulan Caitra Tahun 1404 Saka,
Syarif Hidayat Menghentikan Pengiriman Upeti Yang Seharusnya Di Bawa
Setiap Tahun Ke Pakuan Kerajaan Pajajaran. Syarif
Hidayat Masih Cucu Sri Baduga Dari Lara Santang. Ia Dijadikan Raja Oleh
Uanya [ Pangeran Cakrabuana ] Dan Menjadi Raja Merdeka Di Kerajaan Pajajaran
Di Bumi Sunda [ Jawa Barat ], Ketika Itu Sri Baduga Baru Saja Menempati
Istana Sang Bhima [ Sebelumnya Di Surawisesa ]. Kemudian Diberitakan,
Bahwa Pasukan Angkatan Laut Demak Yang Kuat Berada Di Pelabuhan Cirebon
Untuk Menjada Kemungkinan Datangnya Serangan Kerajaan Pajajaran.
Tumenggung Jagabaya Beserta 60 Anggota Pasukannya Yang Dikirimkan Dari
Pakuan Ke Cirebon, Tidak Mengetahui Kehadiran Pasukan Demak Di Sana.
Jagabaya Tak Berdaya Menghadapi Pasukan Gabungan Cirebon-Demak Yang
Jumlahnya Sangat Besar. Akhirnya Jagabaya Menghamba Dan Masuk Islam.
Peristiwa
Itu Membangkitkan Kemarahan Sri Baduga. Pasukan Besar Segera Disiapkan
Untuk Menyerang Cirebon. Akan Tetapi Pengiriman Pasukan Itu Dapat
Dicegah Oleh Purohita [ Pendeta Tertinggi ] Keraton Ki Purwa Galih.
Cirebon Adalah Daerah Warisan Cakrabuana [ Walangsungsang ] Dari
Mertuanya [ Ki Danusela ] Dan Daerah Sekitarnya Diwarisi Dari Kakeknya
Ki Gedeng Tapa [ Ayah Subanglarang ]. Cakrabuana Sendiri Dinobatkan Oleh
Sri Baduga [ Sebelum Menjadi Susuhunan ] Sebagai Penguasa Cirebon
Dengan Gelar Sri Mangana. Karena Syarif Hidayat Dinobatkan Oleh
Cakrabuana Dan Juga Masih Cucu Sri Baduga, Maka Alasan Pembatalan
Penyerangan Itu Bisa Diterima Oleh Penguasa Kerajaan Pajajaran.
Demikianlah
Situasi Yang Dihadapi Sri Baduga Pada Awal Masa Pemerintahannya. Dapat
Dimaklumi Kenapa Ia Mencurahkan Perhatian Kepada Pembinaan Agama,
Pembuatan Parit Pertahanan, Memperkuat Angkatan Perang, Membuat Jalan
Dan Menyusun PAGELARAN [ Formasi Tempur ]. Kerajaan Pajajaran Adalah Negara Yang Kuat Di Darat, Tetapi Lemah Di Laut. Menurut Sumber Portugis, Di Seluruh Kerajaan, Kerajaan Pajajaran Memiliki Kira-Kira 100.000 Prajurit. Raja Sendiri Memiliki Pasukan Gajah Sebanyak 40 Ekor. Di Laut, Kerajaan Pajajaran
Hanya Memiliki Enam [ 6 ] Buah Jung Ukuran 150 Ton Dan Beberaa Lankaras
[ ? ] Untuk Kepentingan Perdagangan Antar-Pulaunya [ Saat Itu
Perdagangan Kuda Jenis Pariaman Mencapai 4000 Ekor/Tahun ]. Keadaan
Makin Tegang Ketika Hubungan Demak-Cirebon Makin Dikukuhkan Dengan
Perkawinan Putera-Puteri Dari Kedua Belah Pihak. Ada Empat Pasangan Yang
Dijodohkan, Yaitu :
1. Pangeran Hasanudin Dengan Ratu Ayu Kirana [ Purnamasidi ].
2. Ratu Ayu Dengan Pangeran Sabrang Lor.
3. Pangeran Jayakelana Dengan Ratu Pembayun.
4. Pangeran Bratakelana Dengan Ratu Ayu Wulan [ Ratu Nyawa ].
Perkawinan
Sabrang Lor Alias Yunus Abdul Kadir Dengan Ratu Ayu Terjadi 1511.
Sebagai Senapati Sarjawala, Panglima Angkatan Laut, Kerajaan Demak,
Sabrang Lor Untuk Sementara Berada Di Cirebon.
Persekutuan
Cirebon-Demak Inilah Yang Sangat Mencemaskan Sri Baduga Di Pakuan. Tahun
1512, Ia Mengutus Putera Mahkota Surawisesa Menghubungi Panglima
Portugis Alfonso d'Albuquerque Di Malaka [ Ketika Itu Baru Saja Merebut
Pelabuhan Pasai ]. Sebaliknya Upaya Kerajaan Pajajaran
Ini Telah Pula Meresahkan Pihak Demak. Pangeran Cakrabuana Dan Susuhunan
Jati [ Syarif Hidayat ] Tetap Menghormati Sri Baduga Karena
Masing-Masing Sebagai Ayah Dan Kakek. Oleh Karena Itu Permusuhan Antara Kerajaan Pajajaran
Dengan Cirebon Tidak Berkembang Ke Arah Ketegangan Yang Melumpuhkan
Sektor-Sektor Pemerintahan. Sri Baduga Hanya Tidak Senang Hubungan
Cirebon-Demak Yang Terlalu Akrab, Bukan Terhadap Kerajaan Cirebon.
Terhadap Islam, Ia Sendiri Tidak Membencinya Karena Salah Seorang
Permaisurinya, Subanglarang, Adalah Seorang Muslimah Dan Ketiga Anaknya
,Walangsungsang Alias Cakrabuana, Lara Santang, Dan Raja Sangara,
Diizinkan Sejak Kecil Mengikuti Agama Ibunya [ Islam ].
Saadat Padjadjaran
Ashadu sahadat islam,
Sarsilah gusti panutan,
Panut pangkon pangandika,
Kanjeng gusti rosul,
Anembah guru,
Anembah ratu,
Anembah telekon agama islam,
Syeh haji kuncung putih,
Kian santang kan lumejang,
Kudrat yaa insun qursy Allah,
Susuci
Sri suci tunggal sabangsa,
Banyu suci tungggal sabangsa,
Geni suci tunggal sabangsa,
Braja suci tunggal sabangsa,
Suka suci mulya badan sampurna,
Sampurna kersaning allah ta'ala,
Lailahaillallah Muhammadarrasulullah.
Ashadu sahadat islam,
Sarsilah gusti panutan,
Panut pangkon pangandika,
Kanjeng gusti rosul,
Anembah guru,
Anembah ratu,
Anembah telekon agama islam,
Syeh haji kuncung putih,
Kian santang kan lumejang,
Kudrat yaa insun qursy Allah,
Susuci
Sri suci tunggal sabangsa,
Banyu suci tungggal sabangsa,
Geni suci tunggal sabangsa,
Braja suci tunggal sabangsa,
Suka suci mulya badan sampurna,
Sampurna kersaning allah ta'ala,
Lailahaillallah Muhammadarrasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar